Kendala yang dihadapi masyarakat dalam mengembangkan koperasi di negara berkembang adalah sebagai berikut :
a.
Sering koperasi hanya dianggap sebagai organisasi swadaya yang otonom
partisipatif dan demokratis dari rakyat kecil (kelas bawah) seperti
petani, pengrajin, pedagang dan pekerja/buruh.
b. Disamping itu
ada berbagai pendapat yang berbeda dan diskusi-diskusi yang
controversial mengenai keberhasilan dan kegagalan seta dampak koperasi
terhadapa proses pembangunan ekonomi social di negara-negara dunia
ketiga (sedang berkembang) merupakan alas an yang mendesak untuk
mengadakan perbaikan tatacara evaluasi atas organisasi-organisasi
swadaya koperasi.
c. Kriteria ( tolok ukur) yang dipergunakan
untuk mengevaluasi koperasi seperti perkembangan anggota, dan hasil
penjualan koperasi kepada anggota, pangsa pasar penjualan koperasi,
modal penyertaan para anggota, cadangan SHU, rabat dan sebagainya, telah
dan masih sering digunakan sebagai indikator mengenai efisiensi
koperasi.
Kendala yang dihadapi masyarakat :
1. Perbedaan pendapat masayarakat mengenai Koperasi.
2. Cara mengatasi perbedaan pendapat tersebut dengan menciptakan 3 kondisi yaitu :
a.Koqnisi.
Kepercayaan/
pengetahuan seseorang tentang sesuatu dipercaya dapat mempengaruhi
sikap mereka dan pada akhirnya mempengaruhi perilaku/ tindakan mereka
terhadap sesuatu. mengubah pengetahuan seseorang akan sesuatu dipercaya
dapat mengubah perilaku mereka.
b. Apeksi.
Perasaan-perasaan yang
terkait di dalamnya seperti meningkatnya rasa kepercayaan diri di dalam
melakukan tindakan-tindakan yang melambangkan sebuah keberanian, ada
tekad yang kuat di dalam memperjuangkan apa-apa yang menjadi sebuah
harapan.
c. Psikomotor Fakultas.
Bentuk-bentuk tindakan yang kuat
dan sikap yang tegas untuk mendukung apa yang menjadi harapan dari
manusia itu sendiri. Seperti berani melangkah ke wilayah peradilan untuk
memperjuangkan hak-ahak yang dimilikinya,
3. Masa Implementasi UU No.12 Tahun 1967.
Tahapan membangun Koperasi :
a. Ofisialisasi
Mendukung perintisan pembentukan Organisasi Koperasi.
Tujuan
utama selama tahap ini adalah merintis pembentukan koperasi dari
perusahaan koperasi, menurut ukuran, struktur dan kemampuan
manajemennya,cukup mampu melayani kepentingan para anggotanya secara
efisien dengan menawarkan barang dan jasa yang sesuai dengan tujuan dan
kebutuhannya dengan harapan agar dalam jangka panjang mampu dipenuhi
sendiri oleh organisasi koperasi yang otonom.
Terdapat 2 jenis kebijakan dan program yang berkaitan dengan pengkoperasian, yaitu :
1.
Kebijakan dan program pendukung yang diarahkan pada perintisan dan
pembentukan organisasi koperasi, kebijakan dan program ini dapat
dibedakan pula, atas kebijakan dan program khusus misalnya untuk :
- Membangkitkan motivasi, mendidik dan melatih para anggota dan para anggota pengurus kelompok koperasi.
- Membentuk perusahaan koperasi ( termasuk latihan bagi para manager dan karyawan)
-
Menciptakan struktur organisasi koperasi primer yang memadai ( termasuk
sistem kontribusi dan insentif, serta pengaturan distribusi potensi
yang tersedia) dan.
- Membangun sistem keterpaduan antar lembaga koperasi sekunder dan tersier yang memadai.
2.
Kebijakan dan program diarahkan untuk mendukung perekonomian para
anggota, masing-masing, dan yang dilaksanakan melalui koperasi terutama
perusahaan koperasi yang berperan seperti organisasi-organisasi
pembangunan lainnya.
b. De-ofisialisasi
Melepaskan koperasi
dari ketergantungannya pada sponsor dan pengawasan teknis, Manajemen dan
keuangan secara langsung dari organisasi yand dikendalikan oleh Negara.
Tujuan
utama dari tahap ini adalah mendukung perkembangan sendiri koperasi
ketingkat kemandirian dan otonomi artinya, bantuan, bimbingan dan
pengawasan atau pengendalian langsung harus dikurangi.
Kelemahan-kelemahan dalam penerapan kebijakan dan program yang mensponsori pengembangan koperasi :
1)
Untuk membangkitkan motivasi para petani agar menjadi anggota koperasi
desa, ditumbuhkan harapan-harapan yang tidak realistis pada kerjasama
dalam koperasi bagi para anggota dan diberikan janji-janji mengenai
perlakuan istimewa melalui pemberian bantuan pemerintah.
2) Selama
proses pembentukan koperasi persyaratan dan kriteria yang yang mendasari
pembentukan kelompok-kelompok koperasi yang kuatdan, efisien, dan
perusahaan koperasi yang mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya
secara otonom, tidak mendapat pertimbangan yang cukup.
3) Karena alas
an-alasan administrative, kegiatan pemerintah seringkali dipusatkan
pada pembentukan perusahaan koperasi, dan mengabaikan penyuluhan,
pendidikan dan latihan para naggota, anggota pengurus dan manajer yang
dinamis, dan terutama mengabaikan pula strategi-strategi yang mendukung
perkembangan sendiri atas dasar keikutsertaan anggota koperasi.
4)
Koperasi telah dibebani dengan tugas-tugas untuk menyediakan berbagai
jenis jasa bagi para anggotanya (misalnya kredit), sekalipun
langkah-langkah yang diperlukan dan bersifat melengkapi belum dilakukan
oleh badan pemerintah yang bersangkutan (misalnya penyuluhan)
5)
Koperasi telah diserahi tugas, atau ditugaskan untuk menangani program
pemerintah, walaupun perusahaan koperasi tersebut belum memiliki
kemampuan yang diperlukan bagi keberhasilan pelaksanaan tugas dan
program itu
6) Tujuan dan kegiatan perusahaan koperasi (yang secara
administratif dipengaruhi oleh instansi dan pegawai pemerintah) tidak
cukup mempertimbangkan, atau bahkan bertentangan dengan, kepentingan dan
kebutuhan subyektif yang mendesak, dan tujuan-tujuan yang berorientasi
pada pembangunan para individu dan kelompok anggota.
Secara singkat dapat dibedakan tiga tipe konflik tujuan yang satu sama lain tidak cukup serasi, yaitu :
a.
Koperasi serba usaha yang diarahkan untuk melaksanakan membawa pengaruh
negatif terhadap kepentingan anggota atau fungsi-fungsi yang merupakan
tugas instansi pemerintah, yang terhadap loyalitas hubungan antara
anggota dan manajer
b. Perusahaan koperasi diarahkan bertentangan
dengan kepentngan paraanggota untuk menjual hasil produksi para anggota
engan harga yang lebih rendah dari harga pasar sebagai satu bentuk
sumbangan terhadap stabilisasi harga secara umum.
c. Mungkin
terkandung maksud atau asumsi bahwa perusahaan koperasi dapat
meningkatkan kepentingan yang nyata atau sesungguhnya dari para anggota
dan merangsang perubahan sosial ekonomi itu,tidak dipertimbangkan secara
matang keadaan nyata dari para petani kecil yang menjadi anggota,
struktur lahan dan pola produksi mereka, kebutuhan dan tujuan mereka.
c. Otonomisasi
Setelah
berhasil mencapai tingkat swadaya dan otonom, koperasi-koperasi yang
sebelumnya disponsori oleh Negara dan mengembangkan dirinya sebagai
organisasi swadaya koperasi bekerja sama dan didukung oleh
lembaga-lembaga koperasi sekunder dan tersier.
4. Misi UU No.25 Tahun 1992
merupakan gerakan ekonomi rakyat dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
Tahapan Pembangunan Koperasi di Negara Berkembang menurut (Hanel 1989):
Tahap I : Pemerintah mendukung perintisan pembentukan organisasi koperasi.
Tahap
II : Melepaskan ketergantungan kepada sponsor dan pengawasan teknis,
manajemen dan keuangan secara langsung dari pemerintah dan atau
organisasi yang dikendalikan oleh pemerintah.
Tahap III : Perkembangan koperasi sebagai organisasi koperasi yang mandiri.
Pembangunan Koperasi di Indonesia
Pembangunan koperasi dapat diartikan sebagai proses perubahan yang
menyangkut kehidupan perkoperasian Indonesia guna mencapai kesejahteraan
anggotanya. Tujuan pembangunan koperasi di Indonesia adalah menciptakan
keadaan masyarakat khususnya anggota koperasi agar mampu mengurus
dirinya sendiri (self help).
A. Permasalahan dalam Pembangunan Koperasi
Koperasi
bukan kumpulan modal, dengan demikian tujuan pokoknya harus benar-benar
mengabdi untuk kepentingan anggota dan masyarakat di
sekitarnya.Pembangunan koperasi di Indonesia dihadapkan pada dua masalah
pokok yaitu masalah internal dan eksternal koperasi.
Masalah
internal koperasi antara lain: kurangnya pemahaman anggota akan manfaat
koperasi dan pengetahuan tentang kewajiban sebagai anggota. Harus ada
sekelompok orang yang punya kepentingan ekonomi bersama yang bersedia
bekerja sama dan mengadakan ikatan sosial. Dalam kelompok tersebut harus
ada tokoh yang berfungsi sebagai penggerak organisatoris untuk
menggerakkan koperasi ke arah sasaran yang benar.
Masalah
eksternal koperasi antara lain iklim yang mendukung pertumbuhan koperasi
belum selaras dengan kehendak anggota koperasi, seperti kebijakan
pemerintah yang jelas dan efektif untuk perjuangan koperasi, sistem
prasarana, pelayanan, pendidikan, dan penyuluhan.
B. Kunci Pembangunan Koperasi
Menurut Ace Partadiredja dosen Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada,
faktor-faktor yang menghambat pertumbuhan koperasi Indonesia adalah
rendahnya tingkat kecerdasan masyarakat Indonesia. Hal ini disebabkan
karena pemerataan tingkat pendidikan sampai ke pelosok baru dimulai pada
tahun 1986, sehingga dampaknya baru bisa dirasakan paling tidak 15
tahun setelahnya.
Berbeda dengan Ace
Partadiredja, Baharuddin berpendapat bahwa faktor penghambat dalam
pembangunan koperasi adalah kurangnya dedikasi pengurus terhadap
kelangsungan hidup koperasi. Ini berarti bahwa kepribadian dan mental
pengurus, pengawas, dan manajer belum berjiwa koperasi sehingga masih
perlu diperbaiki lagi.
Prof. Wagiono Ismangil
berpendapat bahwa faktor penghambat kemajuan koperasi adalah kurangnya
kerja sama di bidang ekonomi dari masyarakat kota. Kerja sama di bidang
sosial (gotong royong) memang sudah kuat, tetapi kerja sama di bidang
usaha dirasakan masih lemah, padahal kerja sama di bidang ekonomi
merupakan faktor yang sangat menentukan kemajuan lembaga koperasi.
Ketiga
masalah di atas merupakan inti dari masalah manajemen koperasi dan
merupakan kunci maju atau tidaknya koperasi di Indonesia.
Untuk meningkatkan kualitas koperasi, diperlukan keterkaitan timbal
balik antara manajemen profesional dan dukungan kepercayaan dari
anggota. Mengingat tantangan yang harus dihadapi koperasi pada waktu
yang akan datang semakin besar, maka koperasi perlu dikelola dengan
menerapkan manajemen yang profesional serta menetapkan kaidah
efektivitas dan efisiensi. Untuk keperluan ini, koperasi dan pembina
koperasi perlu melakukan pembinaan dan pendidikan yang lebih intensif
untuk tugas-tugas operasional. Dalam melaksanakan tugas tersebut,
apabila belum mempunyai tenaga profesional yang tetap, dapat dilakukan
dengan bekerja sama dengan lembaga-lembaga pendidikan yang terkait.
Dekan Fakultas Administrasi Bisnis universitas Nebraska Gaay
Schwediman, berpendapat bahwa untuk kemajuan koperasi maka manajemen
tradisional perlu diganti dengan manajemen modern yang mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut:
Semua anggota diperlakukan secara adil.
- Didukung administrasi yang canggih.
- Koperasi yang kecil dan lemah dapat bergabung (merjer) agar menjadi koperasi yang lebih kuat dan sehat.
- Pembuatan kebijakan dipusatkan pada sentra-sentra yang layak.
- Petugas pemasaran koperasi harus bersifat agresif dengan menjemput bola bukan hanya menunggu pembeli.
- Kebijakan penerimaan pegawai didasarkan atas kebutuhan, yaitu yang terbaik untuk kepentingan koperasi.
- Manajer selalu memperhatikan fungsi perencanaan dan masalah yang strategis.
- Memprioritaskan keuntungan tanpa mengabaikan pelayanan yang baik kepada anggota dan pelanggan lainnya.
- Perhatian manajemen pada faktor persaingan eksternal harus seimbang
dengan masalah internal dan harus selalu melakukan konsultasi dengan
pengurus dan pengawas.
- Keputusan usaha dibuat berdasarkan keyakinan untuk memperhatikan kelangsungan organisasi dalam jangka panjang.
- Selalu memikirkan pembinaan dan promosi karyawan.
- Pendidikan anggota menjadi salah satu program yang rutin untuk dilaksanakan.
Sumber:
http://forum.upi.edu/v3/index.php?topic=11916.0
http://oky-d-ace.blogspot.com/
http://artikel-ekonomi-bisnis.blogspot.com/2011/11/pembangunan-koperasi.htm
lhttp://karimahpatryani.blogspot.com/2011/12/pembangunan-koperasi.html
http://banizamzami.blogspot.com/2009/11/perkembangan-koperasi-di-negara.html